Cerita Dewasa IGO Terbaru Merangsang Tubuh Apoteker - Cerita ngentot terhot, Sebelumnya kisah sex yang pernah saya publish ialah
Cerita Dewasa IGO Hot Nikmatnya Bercinta Threesome. Cerita
sex terbaru, novel sex terlengkap, cerita dewasa terupdate, cerita
mesum terbaik, cerita ngentot terpopuler, cerita bokep terselubung,
cerita xxx terhot, cerita ml abg perawan, cerita porno janda binal |
Aku pulang dari Balikpapan setelah berada di sana selama tiga minggu
untuk urusan kantor. Aku tidak dapat pesawat yang langsung ke Jakarta,
jadi terpaksa naik pesawat terakhir yang transit di Surabaya. Karena
badan terasa lelah sekali, begitu pesawat take off aku langsung tertidur
lelap dengan melepas seat belt agar lebih nyaman. Aku sudah tidak
peduli dengan penumpang di sampingku. Seorang wanita berumur tiga
puluhan. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara halus. “Pak, sandarannya
ditegakkan dan sabuknya dipasang. Sudah mau landing”
Cerita Sex IGO Terbaru Merangsang Tubuh Apoteker
|
Ilustrasi Foto Cewek Apoteker Bispak Bikin Konak |
Novel Seks
- Ternyata suara pramugari mengingatkanku. Aku setengah terkejut dan
kesadaranku masih belum pulih ketika roda pesawat sudah menyentuh
landasan. Setelah pesawat berhenti baru aku sadar sepenuhnya. Kemudian
awak kabin mengumumkan pesawat akan transit selama 45 menit dan
penumpang dipersilakan untuk turun menunggu di ruang tunggu bandara
Juanda.
Kumpulan cerita dewasa, cerita dewasa 2016, cerita dewasa terbaru,
cerita dewasa igo, cerita dewasa igo terbaru, cerita dewasa igo bugil,
cerita dewasa igo 2016.
Karena aku duduk di dekat jendela, maka aku menunggu wanita tadi keluar
dari bangkunya. Aku mengikuti barisan penumpang yang turun dan tak lama
aku sudah berada di ruang tunggu. Wanita tadi duduk di depanku agak ke
menyamping ke kanan.
Aku berdiri sebentar dan merentangkan
tanganku agar otot-ototku relaks, lalu duduk lagi. Wanita tadi
memperhatikanku sekilas. Kulempar senyum dan iapun membalas sekedarnya.
Kacamata tipis, mungkin minus satu atau paling banter minus dua
bertengger di hidungnya yang bagus.
Kubaca Matra Edisi Khusus
yang kubeli di book store. Liputannya tentang kehidupan malam sepanjang
Bopunjur. Tahu Bopunjur? Bogor, Puncak, Cianjur. Kubuka-buka sebentar
dan sekilas isinya aku sudah tahu. Bahkan bukan sombong, tempat-tempat
yang disebutkan di dalam liputan itupun bukanlah sesuatu yang asing
bagiku. Akhirnya kuletakkan Matra tadi di atas meja di sampingku. Wanita
tadi sekilas memperhatikan covernya.
“Mas, boleh pinjam majalahnya?” ia bertanya sambil mendekat mengambil Matra tadi.
Sayang,
rupanya tempat duduknya kemudian diambil orang yang berdiri dan
mengobrol dengan teman yang duduk di sebelah wanita tadi. Kuturunkan
tasku dari bangku di sampingku dan tanpa disuruh wanita tadi sudah duduk
di situ dan mulai membuka lembaran majalah yang dipegangnya.
Terdengar
pengumuman bahwa pesawat yang kunaiki mengalami gangguan teknis
sehingga pemberangkatan ditunda satu jam. Kudengar gerutuan sebagian
penumpang. Wanita tadi cuma memiringkan kepalanya memperhatikan
pengumuman tadi dan setelah itu ia kembali asyik membaca.
Setelah
tiga puluh menit membaca, ia menyerahkan majalah itu kembali padaku
sambil mengucapkan terima kasih. Aku memulai percakapan.
“Ke Jakarta?” tanyaku.
“Iya, untuk tugas dari kantor,” jawabnya.
“Di Jakarta tinggal di mana?” tanyaku lagi.
“Belum
tahu, sebenarnya saya harus ke Ciawi untuk ikut kursus, tapi nampaknya
kita akan kemalaman tiba di Cengkareng. Aku sendiri belum hafal Kota
Jakarta. Apalagi malam hari. Tadi kalau berangkat siang sih sebenarnya
ada panitia yang jemput. Mau langsung ke Ciawi agak ngeri, apalagi
setelah membaca liputan tadi”.
Dari logatnya aku menduga ia
berasal dari Banjar. Setelah kutanyakan kepadanya ternyata benar dan ia
sudah bekerja di Balikpapan selama lima tahun. Aku tidak menanyakan
statusnya. Buat apa pikirku. Toh aku tidak berniat memacarinya.
“Kerja di mana sih?” Pertanyaanku mulai menjurus hal-hal yang personal.
“Saya apoteker”.
“Pantas
bajunya bau obat,” aku kelepasan bicara. Aku baru sadar setelahnya. Ia
melengos mukanya memerah, mungkin tersinggung dengan ucapanku tadi.
Satu
jam berlalu dan kulihat ia menjadi gelisah sambil terus-menerus
memandang keluar, ke arah landasan. Akhirnya setelah seperempat jam
kemudian pesawat kami sudah siap melanjutkan penerbangan dan para
penumpangpun naik ke pesawat.
Lima puluh menit kemudian pesawat
sudah tiba di Cengkareng. Karena tidak bawa bagasi, aku bergegas keluar.
Wanita tadi masih menunggu tas satunya di bagasi. Aku masih berdiri di
luar sambil cari-cari taksi ketika wanita tadi mendekatiku.
“Mas pulangnya kemana?”
“Saya tinggal di Jakarta Timur”.
Dia kelihatan ragu hendak mengatakan sesuatu. Aku menduga-duga ini ada kaitannya dengan tujuan kepergiannya.
“Kalau
mau begini saja. Mbak nginap saja di hotel, besok pagi baru berangkat
ke Ciawi. Lebih aman,” kataku menyarankan. Kulihat dia ragu-ragu dan
kelihatan seperti sosok yang lemah. Dia menatapku lagi seakan-akan minta
perlindungan.
“OK, jadi begini, Mbak nginap di hotel. Saya akan
temani. Eh.. Maksudnya saya ambil kamar satu juga di sana. Besok pagi
saya antar ke Ciawi. Kebetulan saya masih ada kelebihan hari perjalanan
dinas,” kataku memutuskan.
Akhirnya dia setuju dan mukanya menjadi cerah.
“Oh ya maaf, dari tadi kita belum kenalan. Saya Monna,” katanya sambil mengulurkan tangan.
“Kevin,” kataku sambil kujabat tangannya.
Aku
berpikir, kalau saja dia tidak memerlukan pertolonganku, mungkin dia
tidak akan mengajak berkenalan. Tapi wajar saja karena dia perempuan.
Beberapa
menit kemudian kami sudah sampai di sebuah hotel di kawasan Matraman.
Kami dapat kamar bersebelahan. Kami masing-masing masuk ke kamar dan
berjanji untuk makan di bawah setelah mandi dan merapikan diri. Setengah
jam kemudian kuketuk pintu kamarnya. Tok tok tok.
“Monna.. Monna. Ini Kevin”.
“Tunggu sebentar Mas”.
Tak
lama kemudian ia membuka pintu kamarnya. Kulihat sekilas barangnya
masih berantakan di atas ranjang. Kamipun segera turun ke bawah untuk
mencari makanan. Dengan pertimbangan biaya kuajak dia untuk makan di
warung tenda saja. Di Jakarta tidak ada tempat untuk gengsi.
“Saya dari Balikpapan kepingin makan gudeg setelah sampai di Jawa,” katanya.
“Ada, nanti kita cari,” jawabku sambil menyusuri trotoar.
Jalan
sudah mulai lancar, kupegang tangan kanannya. Ia terkejut dan dengan
halus menarik tangannya. Sekilas kulihat jarum pendek sudah melewati
angka sembilan.
“Sorry.. Saya hanya mau lihat jam saja kok”. Ia hanya menunduk dan kamipun terus berjalan.
Setelah
makan gudeg, kami kembali ke hotel dan duduk di lobby. Rasa penat masih
terasa di badanku. Aku sebenarnya mau massage, tapi nggak enak sama
Monna. Kami masih bicara ke sana ke mari, sampai akhirnya kami merasa
mengantuk. Kulihat jam dinding menunjukkan jam setengah sebelas.
Kami
naik dan kuantar dia di depan kamarnya. Kuharap dia mempersilakanku
masuk, namun Monna hanya mengucapkan terima kasih kemudian selamat malam
dan menutup pintunya. Sekilas kulihat sorot matanya yang berbinar
memandangku.
Aku masuk ke kamar dan langsung membaringkan diri ke
atas ranjang tanpa membuka pakaianku. Kucoba untuk memejamkan mata,
tetapi tidak bisa. Kubayangkan Monna yang tidur sendirian di kamar
sebelah. Lebih satu jam aku hanya bergolek ke kanan kekiri tanpa bisa
memejamkan mata.
Akhirnya kuputuskan kuhubungi saja gadis di
kamar sebelah ini. Kuraih gagang telepon dan kutekan nomor kamarnya,
237. Setelah beberapa kali berdering kemudian dari seberang terdengar
suara agak serak,
“Hallo”.
“Monna, belum tidur kan?”
“Eh.. Mas Kevin. Belum Mas, mataku tidak bisa terpejam. Padahal di lobby tadi sudah menguap terus. Mikirin besok pagi”.
“Atau lagi mikirin yang lainnya kali,” kataku menggodanya.
“Ahh Mas Kevin ini ada-ada saja”.
“Kita ngobrol lagi aja yuk,” ajakku.
“Sudah malam, nggak enak dilihatin orang nanti”.
“Ini Jakarta Non, saya ke kamarmu ya?” kataku dengan nada setengah memaksa.
“Iya deh,” katanya lemah.
Kuketok
pintu kamarnya tiga kali dan kemudian pintu dibuka dari dalam. Aku
masuk, kini barangnya gantian berantakan di atas kursi.
“Maaf Mas, berantakan. Belum sempat beresin. Rencananya besok aja sekalian berkemas. Duduk, Mas!”.
Aku
mengedarkan pandanganku. Karena sudah tidak ada tempat duduk lagi maka
aku duduk diatas ranjangnya. Kami akhirnya ngobrol tentang pengalaman
kami masing-masing saat masih kuliah. Semakin lama semakin seru topik
obrolan kami. Ia mengeluarkan dua kaleng minuman ringan dari mini bar.
Dan meletakkannya di antara kami.
“Diminum Mas”.
Aku
mengambil satu kaleng tapi tidak kubuka, hanya kupegang-pegang saja.
Entah bagaimana awalnya, tangannya tiba-tiba sudah kupegang dan kutarik
dia ke pangkuanku. Kucium bibirnya dengan ganas. Monna menghindari
ciumanku, tapi aku tidak menyerah. Kucoba lagi, kali ini bibirku
mendarat pas pada bibirnya. Ia meronta sebentar tapi kemudian ia
membalas ciumanku dengan tidak kalah ganasnya.
“Mas.. Ah.. Ehh .. Ouhh,” Ia gelagapan membalas seranganku.
Kulepaskan
seranganku sebentar karena aku merasa jalan tol sudah terbuka di
depanku, sekarang tinggal tunggu saat yang tepat saja untuk memacu
mobilku. Kutatap dia dengan tajam. Ia kelihatan jengah dan menghindari
tatapanku. Ketika mata kami saling bertemu, aku memberi isyarat dengan
menganggukkan kepalaku. Iapun mengangguk malu dan menundukkan mukanya.
Aku
sedikit terkejut ketika sadar bahwa ia tidak mengenakan bra di bawah
kausnya. Aku tahu karena putingnya menonjol, membentuk bayangan satu
titik di kausnya. Aku tersenyum sambil melirik pada payudara Monna.
Monna
hanya tersenyum melihatku, kakinya ditaruh di atas pahaku dan dia
menyodorkan dadanya ke depan mukaku. Tanpa diberi komando aku langsung
meremas payudaranya dengan penuh nafsu. Tanganku kemudian membuka
kausnya. Aku menciumi payudaranya dan menghisap putingnya yang mulai
mengeras. Tangan Monna membelai rambutku sambil sesekali mendorongnya ke
payudaranya.
Aku menggunakan jariku untuk membelai daerah
selangkangannya, dan jariku juga mulai menekan terutama di lipatan
memeknya. Tangan Monna digesek-gesekan di k0nt0lku yang juga sudah
mengeras.
“Aah.. Mas ss.. Enak.. Teruss.. Kevin.. Ahh”
Mendengar
erangan Monna nafsuku sudah tidak dapat ditahan lagi. Aku merebahkan
diri sambil menciumi leher Monna dan naik ke bibirnya. Kubuka celana
panjangku. Aku terus menciumnya dengan penuh nafsu, kutindih tubuhnya
diatas spring bed yang empuk. Kulirik bayangan di kaca lemari. Badanku
yang besar seolah-olah menenggelamkan badannya yang mungil. Sambil
mendesah Monna tertawa kegelian,
“Ahh.. Nafsu amat sih..”
Kubuka celana pendeknya dan kutarik sekaligus dengan celana dalamnya.
“Akhh..”
Kami
saling mengulum bibir dengan penuh nafsu, nafas kami mulai tidak
teratur. Kaki Monna menjepit pinggangku Aku menciumi leher kemudian
turun ke payudaranya, lalu aku hisap putingnya. Terus turun dan
menghisap pusarnya, Monna tidak tahan diperlakukan demikian,
“Kevin.. Akh.. Geli akh..,”
Aku
terus menciuminya lalu aku turun dan saat sampai di depan
selangkangannya aku menurunkan kepalaku, menjilati paha dan sesekali
menggigitnya. Dia mengganjal kepalanya dengan bantal dan
memperhatikanku. Ketika mulutku akan menyapu memeknya ia menarik
kepalaku ke atas dan menciumiku kembali.
“Jangan.. Aku tidak biasa..”.
K0nt0lku kuarahkan ke memeknya yang basah, kutekan perlahan dan saat sudah masuk setengahnya aku menekan dengan keras.
“Sshh.. Akhh.. Terus To.. Akh..,” Monna merintih
Bibir
kami saling bertautan dengan kuat. Ketika kulepaskan bibirnya yang
justru mencari-cari bibirku. Mulutnya setengah terbuka sambil
mendesis-desis. Aku menggerakkan k0nt0lku dengan perlahan dan kadang aku
percepat temponya. Rasanya k0nt0lku dijepit dan diremas-remas dengan
kuat oleh otot memeknya. Dan hal ini membuat aku semakin tidak tahan,
k0nt0lku rasanya sudah hampir meledak.
Aku terus memompa k0nt0lku
di memeknya dengan tempo yang bertambah cepat. Nafasku mulai memburu.
Payudaranya kuremas dan kupencet sehingga putingnya bertambah menonjol.
Kujilati putingnya dan kugigit-gigit dengan bibirku. Aku
menghnetak-hentakkan tubuh Monna ke ranjang dengan kasar saat aku sudah
tidak dapat menahan ledakan k0nt0lku,
“Monnl Monna.. Akh.. Ouch.. Akh..”.
Kurasakan
tubuh Monna juga mulai bergetar dan bergerak-gerak dengan irama yang
liar. Matanya merem melek, bola matanya memutih. Kakinya menjepit
pinggangku. Tubuhku mengejang dan aku menekan tubuh Monna hingga semakin
tubuh kami semakin merapat.
“Akh.. Kevin.. Nikmat sekali.. Sss”
“Yeah Monna.. Akh. Kalau saja dari tadi.. Pasti aku..”
“Akh.. Tekan yang cepat dan kuat.. Akh..”
Mata
Monna merem melek menikmati sodokan k0nt0lku. Aku kemudian mengangkat
kedua kakinya dan memegangnya dengan tanganku. Aku dalam posisi setengah
jongkok dengan tumpuan kedua lututku. Tanganku memegang pinggangnya dan
k0nt0lku menekan dengan irama yang semakin cepat. Memeknya terasa basah
dan becek, namun k0nt0lku bagaikan dijepit kuat dengan tang.
“Akgh Kevin.. Aku hampir.. A a kku.. Hampir keluarhh.. Ouchhggakhh,”
Kurebahkan
tubuhku diatas tubuhnya dan kupeluk dengan rapat. Aku menikmati
ekspresinya saat Monna menunggu mencapai orgasmenya. Kudiamkan sejenak
gerakan k0nt0lku. Monna memprotes dan tangannya memegang pinggangku
serta menggerakkannya naik turun. Kurasa tensinya sedikit turun. Aku
masih ingin menikmati permainan dan kuharapkan dapat kucapai puncak
bersama-sama.
Aku mengehentakkan pantatku naik turun dengan
sedikit kasar. Keringat kami sudah mulai bercucuran. Tangan Monna
meremas-remas pantatku dan kadang menariknya seolah-oleh k0nt0lku kurang
dalam masuk dalam memeknya. Saat aku merasakan hampir meledak aku
melambatkan gerakanku dan mengatur nafasku sambil menghisap putingnya,
ketika perasaan itu sedikit hilang aku mulai bergerak lagi.
Tangannya
meremas pundakku dan dengan liar bibirnya mencari bibirku. Dia mendesah
dan gerakannya sangat liar. Aku tahu kini saatnya kami dapat mencapai
puncak kenikmatan tertinggi bersama-sama.
“Yeah.. Kevin.. Akhh. Kamu belum mau keluar juga.. Akhh ouchh..”
Monna
mengejang dia mengangkat pantat menekan k0nt0lku sehingga rasanya
sampai di dasar rahimnya dan k0nt0lku serasa disedot dengan kuat, tubuh
Monna melengkung dan tangannya mengusap pipiku dengan kuat. Kutekan
pantatku perlahan namun penuh tenaga. Bacaan sex top:
Cerita Dewasa Terbaru Sebuah Perjanjian Sex Terhot“Yeacchchh..”.
Tubuh kami menggelinjang dengan hebat, kami berteriak dan tidak perduli jika ada orang lain yang mendengarnya.
“Akhh.. To.. Kevin.. Aakkhh..”.
“Monna kamu hebataunhh.. Akh.. Ouchhakhh.. Akh.. Ouch..”
Kami
mengelepar menikmati kenikmatan yang kami rasakan bersama. Aku beranjak
bangun dari tubuhnya saat k0nt0lku sudah mengecil, Tubuhnya bergetar
saat aku mencabut k0nt0lku.
“Kau luar biasa Monn.. Hmm.. Tabat Barito ya!” pujiku.
Ia tersenyum saja dan menggayut di lenganku, “Kok tahu aja sih..”. Katanya manja.
“Apoteker yang punya obat-obatan lengkappun masih mengandalkan Tabat Barito. Luar biasa memang,” kataku lagi.
Kami
tidur berpelukan sampai pagi dan paginya kuantarkan dia ke Ciawi. Dia
berjanji akan menginap lagi semalam di Jakarta dan memberikan lebih lagi
nanti pada saat dia mau pulang ke Balikpapan.