Cerita Dewasa IGO Hot Terbaru Gara-Gara Salah Jalan - Cerita ngentot terhot, Sebelumnya kisah sex yang pernah saya publish ialah
Cerita Dewasa Ngentot Ahung Pengobat Seksku. Cerita
sex terbaru, novel sex terlengkap, cerita dewasa terupdate, cerita
mesum terbaik, cerita ngentot terpopuler, cerita bokep terselubung,
cerita xxx terhot, cerita ml abg perawan, cerita porno janda binal |
Kamis malam aku kebetulan pulang dari proyek. Dalam perjalanan aku
melewati sebuah rumah sakit. Aku secara nggak sengaja melihat dari
kejauhan nampak seorang gadis berambut panjang mengenakan jas ketat
putih dan span putih pendek. Wow… cantik sekali dia. Lalu, waktu dia
berdiri menunggu taksi, aku mendekatinya dan kuberhentikan mobilku di
depannya.
Cerita Dewasa IGO Hot Terbaru Gara-Gara Salah Jalan
|
Ilustrasi Foto Hot ABG Seksi Toge Bundar Besar Siap Kenyot |
Novel Seks - “Permisi… Mbak… bisa mengganggu sebentar..?” kataku sambil memperhatikan wajahnya yang cantik bak bidadari.
“Ya…
ada yang bisa saya bantu..?” katanya dengan suara merdu sekali. Lalu,
dia menyambutku dengan senyum manis walaupun sebelumnya sempat melirik
jam di tangannya.
Cerita Sex IGO, Cerita Mesum Hot, Cerita Dewasa Terpanas, Cerita
Ngentot 2016, Cerita Birahi Gadis ABG, Cerita Sensual Ternikmat, Cerita
Sex Terkini.
Setelan bajunya sungguh menarik. Rupanya ia memadukan rok bawahan
seragam perawatnya dengan blazer ketat putih juga, sampai belahan
dadanya nampak menonjol saking ketatnya. Sedang sepatunya sudah diganti
sepatu hak tinggi.
Wah kasihan juga cewek cantik ini menunggu
kedinginan di tengah udara dingin musim hujan. Di leher jenjangnya
terbelit syal bulu warna hitam, namun tidak menutupi belahan payudaranya
yang terdesak ketatnya blazer, hm.. mulusnya.
Lalu, aku turun dari mobil. “Permisi Mbak, saya mau tanya… kalau mau ke jalan Betken… arahnya kemana ya Mbak..?” kataku.
“Ooo…
Mas lurus aja, terus kalau ada perempatan belok kanan, lalu belok kiri,
terus kanan terus kiri lagi..” jawabnya membingungkan.
“Eee…
saya tambah bingung. Gimana kalau Mbak mengantar saya ke alamat ini dan
sebagai gantinya saya akan mengantar Mbak pulang ke rumah Mbak…
gimana..?” kataku.
“Aduhhh… gimana ya, saya sebenarnya mau ke Rumah Sakit.” jawabnya agak takut.
“Jangan takut Mbak… saya orang baik-baik kok, nanti saya antar Mbak.” kataku lagi.
“Ya… deh.” jawabnya. “Nah, gitu dong… mari silakan.
”
kataku sambil membukakan pintu mobil. Akhirnya kami langsung saja
mencari jalan kutanyakan tadi. Padahal itu rumahku sendiri lho.
“Eee.., kalau boleh tahu nama Mbak siapa..?” tanyaku.
“Sintia
Mas…” katanya singkat sambil menutupi bagian pahanya yang dari tadi
membuat juniorku berdiri. Habisnya putih, mulus dan berbulu sih.
“Saya Robet, Mbak. Kok malam-malam ke rumah sakit. Siapa yang sakit Mbak..?” tanyaku pura-pura nggak tahu.
“Nggak ada Mas… Sintia kerja di rumah sakit.” jawabnya.
“Ooo…
jadi Mbak seorang suster rupanya. Wah.., Robet tidak menyangka Mbak
seorang suster, habis Mbak kelihatan seperti artis Tamara Gerandong
sih..
” kataku becanda. “Ahhh… Mas Robet bisa aja..” jawabnya manja sambil mencubit lenganku.
Wahhh.., nih cewek kok sudah berani nyubit tanganku.
“Mbak Sintia masih sendiri atau udah menikah..?” tanyaku.
Lalu,
dia diam seribu satu bahasa. “Lho.., kenapa Mbak koq diam… apa
pertanyaan Robet menyinggung perasaan Mbak… kalau gitu nggak usah
dijawab deh…” kataku.
“Nggak kok nggak pa-pa, sebetulnya Sintia
udah menikah tapi kami harus berpisah gara-gara suami Mbak selingkuh
dengan cewek lain..” katanya sambil meneteskan air mata.
“Ma’af ya Mbak. Robet telah mengungkit masalah pribadi Mbak.” kataku.
“Nggak pa-pa. Eee.., omong-omong umur Mas Robet berapa sih..?” tanyanya.
“Udah tua Mbak. 24 tahun 12 bulan 1 hari 1 jam 30 menit 20 detik.” kataku.
“Idihh..
Mas Robet masih tergolong ‘brondong’ dong. Kalau Mbak udah kepala tiga
lebih sedikit lagi. Udah tua Bet.” katanya manja. “Tapi Mbak masih
cantik dan sexy lho.” kataku memuji.
“Ahh.. Mbak udah merasa tua kok Bet.” katanya.
“Tapi, Robet lihat Mbak masih montok lho, dan sorry ya Mbak.” kataku menggoda.
“Ihh.. kamu nakal ya.” katanya sambil menyubit pahaku.
Wow.., tadi nyubit tangan, sekarang paha. Ada peningkatan nih.
“Robet udah punya pacar belum? Pasti sudah ya, kamu kan cakep.” katanya manja.
“Robet belum punya pacar Mbak. Robet masih perjaka lho.” kataku.
“Apa..! Masih perjaka. Ahhh.. yang bener. Masak sih..?” katanya.
“Bener Mbak. Swear deh. Emang kenapa sih Mbak..?” kataku.
“Nggak
pa-pa, cuman Mbak nggak percaya kalau cowok seganteng kamu masih belum
punya pacar dan hebatnya masih perjaka lagi. Nah.., Mbak jadi curiga
nih.” katanya.
“Curiga apaan Mbak..? Robet cowok normal kok.
Kalau Mbak nggak percaya boleh ditest.” kataku menantang. “Baik. Entar
kalau udah nyampe ya..!” katanya.
Lalu, setelah sampai, “Bet.
Mbak pingin kencing nih..! Dimana WC-nya..?” tanyanya. “Sama Robet aja
Mbak sekalian ngetes. Ok..?” kataku. “Ya deh adik ganteng.” katanya
manja.
Sesampai di WC, Mbak Sintia melepaskan CD-nya, lalu duduk
kencing di kloset. Sementara saya mengeluarkan si Junior dan kencing di
sebelahnya. “Wow.., punyamu boleh juga Bet.” katanya sambil melihat
kemaluanku.
Setelah kencing cukup banyak, lalu kontolku kucuci
pakai air semprotan. Ternyata karena melihat paha mulus Mbak Sintia,
airnya mengenai celanaku. Tanpa kusadari Mbak Sintia lalu mengambil
toilet paper lalu jongkok membersihkan celana basahku. Sementara itu si
Junior masih keluar dengan gagah, sekalian dikeringkan oleh tangan Mbak
Sintia yang cekatan.
Terkena jemari mulus yang dingin itu, karuan
saja si Junior langsung siaga kuning. Melihat itu, Mbak Sintia lalu
tersenyum dan melirik ke arahku, lalu kontolku yang mekar langsung saja
dikulumnya. Terkena perubahan suhu begitu, si Junior langsung code red.
Mulut Mbak Sintia terlalu kecil, jadi tidak mampu menampung
keseluruhannya. Tapi lama-lama mulutnya dapat menampung setengahnya.
Mungkin
karena melihat si Junior yang tegap, tinggi dan gagah, Mbak Sintia jadi
sangat bernafsu. Lidahnya semangat sekali mengitari Juniorku sambil
sesekali menggigit kantungku yang sudah mengeras. Sesekali disedotnya
ujung kontolku, lalu ditarik mulutnya sehingga berbunyi.
Mulut
mungil indahnya bagai vacum cleaner menyedot si Junior. Jemari halusnya
menyelinap di antara celah pantatku dan sesekali menggenggam si Junior
yang mulai berontak kena siksaan. Sementara itu aku yang memang terasa
nikmat, hanya dapat mengelus-elus kepala dan mencengkeram rambut Mbak
Sintia. Cerita Sex Gara-Gara Salah Jalan
“Ahh.., Mbak, enak. Yahh..!” mendengar rintihanku dia tetap memasukkan Juniorku ke dalam mulutnya.
“Oohh.., terus Mbak..!” pintaku.
Sementara
itu kepalanya menghisap Juniorku sampai keadaan dimana aku merasakan
kejang dan kontolku berdenyut-denyut sangat hebat sekali. “Oohh.. Ohh..
Robet hampir keluar Mbak. Ohh..!” erangku.
Semakin ganas
kepalanya maju-mundur. Dia semakin mempercepat kocokan dan sedotannya.
Dan, Juniorku memuntahkan isinya di dalam mulut Mbak Sintia dan dengan
bernafsu ditelannya muntahan sperma dan sisanya dijilatnya sampai
bersih.
“Makasih ya Mbak.” kataku. “Sama-sama, Bet.
Tapi, Mbak masih belum yakin kamu bisa ngalahin Mbak.” katanya dengan lembut.
“Jadi ceritanya Robet mau dites lagi nih..?” tanyaku.
“Ya ya ya. Dan sekarang kita mandi dulu biar segar dan kita ulangi lagi nanti ya di kamar.” katanya.
Aku
masih mengenakan handuk yang dililitkan ketika Mbak Sintia datang
membawa segelas kopi susu hangat yang dibuatnya di dapurku dan
memberikannya padaku.
“Bet.., minum dulu ya Sayang. Biar tambah segar.” katanya sambil menyodorkannya padaku.
Lalu, aku seruput kopi susu hangat itu dan, “Aahh… enak sekali minuman bikinan Mbak.
Wow.. pas susunya.” kataku menggodanya.
“Idih. Kamu nakal deh..!” katanya sambil melompat ke arahku.
Kami
berciuman kembali. Mbak Sintia tampak sangat menikmati ciumanku ini.
Matanya terpejam dan napasnya mendesah serta bibirnya dengan lembut
mengecup sambil sesekali menghisap bibir dan lidahku. Jari lentik Mbak
Sintia itu mulai bergerak turun menyusup ke balik handukku menuju buah
pantatku.
Sementara kontolku yang hanya ditutupi handuk kecil itu
segera berdiri tegang. Bagian bawah kepala Juniorku langsung tergencet
oleh perut Mbak Sintia yang langsung menyalurkan getaran-getaran
kenikmatan ke seluruh urat syarafku.
Jari-jarinya mulai meraba
kedua buah pantatku. Mula-mula rabaannya melingkar perlahan, tapi makin
cepat, sampai akhirnya dengan suara mendesah diremas-remasnya dengan
penuh nafsu. Aku mencium dan menjilati telinga dan leher Mbak Sintia,
membuat tubuh janda cantik dan semok itu menggelinjang-gelinjang. “Ohh..
Bet. Geli ahh..!”
Kuturunkan bibirku dari kuping menelusuri
leher, terus turun ke dada. Jari-jarinya pun terasa semakin keras
meremas-remas pantatku. Seraya mengecupi areal dadanya, jariku membuka
satu persatu kancing pakaiannya itu hingga terlihat belahan dadanya yang
besar.
Payudara itu menyembul dari balik baju mandinya,
bentuknya menghadap ke atas dengan puting yang langsung mengarah ke
wajahku. Amboi.. seksi habis deh. Tanpa membuang waktu, kulahap payudara
itu dengan gemas, kusedot-sedot dan kujilati putingnya yang sudah
menegang itu.
Tiba-tiba tangan kanan Mbak Sintia berputar ke arah
depan. Dengan sekali sentak maka terjatuhlah penutup satu-satunya
tubuhku itu. Kulirik cermin lemari, di sana terlihat badan tegapku yang
bugil tengah menunduk menghisap buah dada wanita berbadan montok yang
masih dibalut pakaian mandinya. Dari kaca riasnya kulihat Mbak Sintia
mengalihkan tangan kanannya ke arah selangkanganku. Dan dalam sekejap,
Juniorku sudah berada dalam genggamannya.
Dengan lembut dan penuh
perasaan, ia mulai mengocok Juniorku ke atas ke bawah. Sesekali ia
menghentikan kocokannya dan mengarahkan jempolnya ke urat yang terletak
di bawah kepala si Junior.
“Aahh.. Mbaak. Aahh..!” aku hanya dapat mengerang keenakan seraya terus mengecup dan menjilati payudaranya.
Tiba-tiba
Mbak Sintia mendorong tubuhku hingga terduduk di atas ranjang dan ia
sendiri kemudian berlutut di hadapan selangkanganku. Ia menengadahkan
kepalanya dan menatap mataku dengan pandangan penuh nafsu. Bersamaan
dengan itu, ia menciumi kepala si Junior, kemudian menjilati lubang
kontolku yang sudah dipenuhi dengan cairan lengket berwarna bening.
Tiba-tiba
ia memasukkan otongku ke dalam mulutnya dan aku merasakan kenikmatan
yang tak terlukiskan. Mbak Sintia memasukkan dan mengeluarkan otongku
didalam mulutnya dengan gerakan yang cepat sambil menggoyang-goyangkan
lidahnya sehingga menggesek urat bawah kepala otongku itu.
“Aahh… Ouuhh… Mbak. Uuhh..!” erangku.
Aku
hanya dapat terduduk sambil mengerang nikmat dan Mbak Sintia tampak
begitu menikmati si Junior yang berada di dalam mulutnya sampai-sampai
ia memejamkan matanya. Tangan kiriku kembali meremas-remas bauh dada
Mbak Sintia, sedangkan tangan kananku menyentuh bagian bawah buah
pantatnya.
“Mmh.. Mmh.. Emhh..!” rintihnya sambil terus mengulum
si Junior ketika kuraba-raba memeknya. Mbak Sintia semakin memperkuat
sedotannya sehingga memaksaku untuk semakin mengerang tidak karuan.
Seakan
tidak mau kalah, kumasukkan tanganku ke selangkangannya dari arah perut
dan dengan mudah jariku mencapai liang senggamanya yang sudah sangat
basah itu. Dalam 2… 3… 4 detik jariku menyentuh sebuah daging sebesar
kacang yang sudah menonjol keluar di bagian atas kemaluan Mbak Sintia.
Jari
tengah dan telunjukku segera mengocok kacangnya Mbak Sintia dengan
cepat. “Mmhh.. mmhh.. ahh..” Mbak Sintia melepaskan Juniorku dari
mulutnya untuk berteriak histeris menikmati kocokanku di klitnya.
Sekitar
10 menit kami saling mengocok, meremas, dan menghisap diikuti dengan
gelinjangan dan jeritan-jeritan histeris, ketika tiba-tiba Mbak Sintia
menengadahkan wajahnya ke arahku dan merintih.
“Bet… Mbak udah
nggak tahan nih… please..!” tanpa menunggu kata-kata selanjutnya
kuangkat tubuh janda cantik itu dari posisi berlututnya.
Kusuruh
dia meletakkan kedua tangannya di atas meja menghadap cermin rias
sehingga Mbak Sintia kini berada dalam posisi menungging. Tampak buah
dadanya bergelayut seakan menantang untuk diperah.
Kurenggangkan
kedua kaki putih dan mulusnya, lalu kugosok-gosokkan Juniorku di belahan
pantatnya sebelum kuturunkan menulusuri tulang ekornya. Kutempelkan di
memeknya yang dari tadi sudah siap tempur. Perlahan-lahan kusodokkan
kontolku ke dalam kemaluannya yang sudah sangat banjir itu.
“Aahh..!” Mbak Sintia menggigit bibirnya menikmati kontolku yang tengah memasuki memeknya.
“Oohh..
Bet. Oohh..!” erangnya keenakan. “AAAAKHH..!” jeritnya ketika dengan
agak keras kusodokkan Juniorku sedalam-dalamnya. Tampak Mbak Sintia itu
masih menggigit bibirnya menikmati si Junior yang terbenam penuh di
dalam liang senggamanya.
Segera kupompakan si Junior dengan cepat
dari arah belakang, terus kutempelkan perut dan dadaku di punggung
wanita itu dan kedua tanganku dengan keras meremas-remas dan memelintir
kedua puting buah dada Mbak Sintia yang sudah sangat keras itu. “Oohh..
ouhh..!” erangnya keras sekali.
Tiba-tiba Mbak Sintia mengangkat
kepala dan badannya ke arahku dengan menengok ke arah kiri dan
menjulurkan lidahnya. Dengan cepat kusambut lidah yang menggairahkan itu
dengan lidahku dan kami pun berciuman dengan posisi Mbak Sintia yang
tetap membelakangiku. Karena ia menegakkan badannya, Mbak Sintia
menaikkan kaki kirinya ke atas meja riasnya untuk memudahkanku terus
menyodokkan si Junior.
Sambil terus melumat bibirnya dan
menyodok, tanganku kembali meremas-remas kedua buah dadanya. Tangan kiri
Mbak Sintia menjambak rambut di belakang kepalaku untuk mempererat
tautan bibir kami. Ketiaknya yang berbulu lebat menyebarkan wangi khas
yang membuatku semakin bernafsu lagi. Tiba-tiba Mbak Sintia
merintih-rintih sambil terus mengulum lidahku.
Tampak alisnya
mengerut, wajahnya mengekspresikan seakan-akan kenikmatan yang amat
sangat menjalari seluruh tubuhnya, ia dengan cepat membimbing tangan
kananku yang masih asyik meremasnya untuk kembali memainkan kacangnya.
Goyangan pinggulnya menjadi semakin cepat tidak terkendali, dinding
kemaluannya mulai terasa berdenyut-denyut.
Dia keluar dengan
sangat dasyat, sampai pahaku basah terkena semprotannya. Lalu, aku
berhenti sebentar, supaya kondisi memeknya pulih kembali, sebab dia
sudah mencapai puncak orgasmenya. Kugendong dia dan kubaringkan di
ranjang. Aku kagum dengan tubuhnya yang sempurna itu.
“Kamu kenapa Bet..?” katanya sambil membersihkan bekas cairannya di kemaluannya.
“Robet kagum ama tubuh Mbak yang aduhai itu…” kataku.
“Emang kamu baru pertama ya… melihat tubuh cewek bugil..?” tanyanya.
“Ya… Mbak. Robet baru sekali ini melihat tubuh cewek bugil di hadapan Robet.” kataku.
“Ahh..
kamu bohong. Kalau kamu baru pertama bagaimana kamu bisa semahir itu
ngerjain Mbak. Mbak sampai melayang dan keluar sebegini banyak..?”
katanya tidak percaya.
“Ya.., Robet nggak tahu. Robet hanya
belajar dari pengalaman teman-teman Robet. Itu aja. Robet memang baru
pertama kali melakukan ini. Dan ternyata ngesex itu mudah dan nikmat.
Apalagi di sini ada cewek secantik Mbak menemani Robet. Ya kan Mbak..?”
kataku sambil kukecup bibirnya.
“Ya dehhh. Mbak percaya.”
katanya. “Mbak. Robet belum keluar lho.” kataku. “Kamu mau ngerjain Mbak
lagi. Ya deh.., Mbak juga udah teransang lagi nih..!” katanya sambil
membuka kakinya dan terlihatlah liangnya yang masih sedikit basah.
Perlahan-lahan
kuarahkan Juniorku ke depan bibir kemaluannya, sengaja tidak kumasukkan
dulu, tapi kubuat main-main dulu dengan cara kuserempetkan ujung kepala
Juniorku ke klitorisnya. Dia mulai mengerang lagi. Perlahan kumasukkan
batangku ke lubang kenikmatannya yang masih agak basah oleh semprotan
cairannya tadi.
Dan, “Bleeess…” batang kemaluanku dengan gagahnya
maju memasuki liang surga Mbak Sintia. “Ooh… Betn… enak Betn… oh… terus
Betn.. ohh.. oohh..!” desahnya sambil tangannya meremas kedua putingku.
Aku semakin mempercepat goyangan.
Setelah beberapa lama,
keringatku pun membasahi dada Mbak Sintia. Tubuh kami berdua berkeringat
hingga kami pun bermandi peluh. Justru hal itulah yang membuatku makin
bernafsu. Sambil merem melek aku menikmati hal itu, hingga perutku mulai
mengeras, otot perut mulai mengencang siap untuk meledakkan sesuatu,
bergetar hebat.
“Oh Mbak. Robet mau keluar. Robet mulai keluar
Mbak..! Keluarin di mana Mbak..? Dalem ya..? Oh.. oh..!” aku mengerang
kenikmatan.
“Keluarin di dalam aja Say, Mbak juga mulai keluar nih. Yah.. yah.. terus Bet..!” dengan menjerit Mbak Sintia terlihat pasrah.
“Ooh…
Mbak… sekarang… yaaa… oh… ah… ahh… sshh… ah..!” “Crot.. crot.. crot..
cret..!” kusemburkan spermaku di dalam liang memek Mbak Sintia, begitu
banyak spermaku sampai-sampai tertumpah di sprei.
Aku menjatuhkan
badan di sisi Mbak Sintia, lalu Mbak Sintia bangun dan mengulum
batangku yang masih berlepotan spermaku, menjilat dan mengulumnya sampai
bersih. Rupanya dia menelan sisa-sisa sperma yang ada di batangku, lalu
terjatuh di sisiku juga. Kami berdua terengah-engah dengan napas
memburu, mencoba memahami apa yang kami lakukan tadi.
“Thank’s ya Mbak. Mbak baik sekali ama Robet.” kukecup kening dan pipinya sambil meremas payudaranya.
“Ya. Mbak puas dengan kamu Bet. Dan mestinya Mbak yang berterima kasih sama kamu. Robet telah mengisi masa kesepian Mbak.
”
kata Mbak Sintia sambil mengecup bibirku dengan mesra. Kami pergi mandi
membersihkan badan, lalu berganti pakaian terus tertidur dengan
nyenyak. Mbak Sintia tidur di sampingku sambil memelukku. Ohh, sungguh
nikmatnya.
Kira-kira jam 8 aku terbangun oleh sinar matahari yang
menerobos melalui celah gordin jendela. Mbak Sintia masih terlelap
dalam pelukanku. Tubuhnya meringkuk seperti anak kecil, dan yang lucunya
ia sedang mengenyot jempolnya seperti bayi.
Kubelai rambut Mbak
Sintia yang tergerai di atas dadaku. Oh ya, pada saat itu aku hanya
mengenakan celana pendek saja. Sementara Mbak Sintia memakai kaosku
karena dia tidak membawa ganti jadi ya kebesaran.
Ternyata
belaianku membuat Mbak Sintia terbangun. Walaupun tidak membuka mata,
tapi senyumnya mengembang, masih sambil menghisap jempolnya. Tangan
satunya kini menyelinap di antara pahanya dan pahanya semakin
dirapatkan.
Kuperhatikan betisnya yang lencir bulir padi, indah
sekali plus tumit yang lancip kecil pink. Walaupun udara kamar tidak
terlalu dingin, namun tetap saja kulit kami merinding kena dinginnya
udara pagi. Aku berusaha meraih jas wool-ku di meja lalu kupakai
menyelimuti Mbak Sintia, kontras dengan kulit putih mulusnya.
“Mbak
kedinginan ya..?” tanyaku sambil mengecup keningnya. Mbak Sintia hanya
mendesah sambil tubuhnya menggeliat merapat. Si Junior dari tadi berdiri
terus, sepertinya tidak tahan melihat paha mulus Mbak Sintia. Lalu
tanganku menyelinap ke balik jas hitamku mengelus paha mulus Mbak
Sintia.
“Bet, udah dong. Mbak ngantuk nihh..!” tiba-tiba Mbak
Sintia protes manja. Mendengar itu bukannya berhenti malah jariku mulai
menyelinap ke arah pangkal pahanya. Mbak Sintia hanya mendesah manja.
Kini terasa lembutnya celana pendek piyama sutraku. Kugesek sebentar
kawasan sex spotnya, wah langsung basah dan merembes pada celana sutra
hitamnya.
“Ooh Bet, I like that. Terus..! Oohh..!” erang Mbak
Sintia. Kusingkirkan jasku lalu kutegakkan tubuh Mbak Sintia sejenak,
lalu kubaringkan. Kuambil posisi menindihnya tapi masih kutopang dengan
tanganku. Lembut kukecup bibir Mbak Sintia yang merekah.
Ia
langsung menyedot dan mengulum bibir bawahku. Tangan Mbak Sintia kini
merangkul tengkukku dan bermain dengan rambutku. Tangan kananku masih
menopang tubuhku sementara yang kiri merangsang celah kemaluan Mbak
Sintia.
Jariku kini menyelinap ke dalam celana sutra dan CDnya
dan merasakan halusnya labia mayoranya yang sudah basah. Jari tengahku
mulai berani menembus celah basah itu. Wah, masih sempit seperti malam
tadi juga. Mbak Sintia mulai mendesah dan menggelinjang. Sekalian saja
kulepaskan pakaian tidurnya dan ‘onderdil’-nya. Mbak Sintia tidak protes
malah membantu.
Giliran kini celana pendek kutanggalkan. Mbak
Sintia tampaknya tidak sabaran juga, kaos oblongnya langsung dilepas,
lalu BH-nya, sehingga payudaranya yang montok terlihat menjulang
bagaikan ‘Gunung Semeru’. Jadilah kami berdua totally naked and ready to
esek-esek.
Perlahan kugesekkan si Junior ke memeknya. Woow..,
rasanya panas kontras dengan hawa kamar yang dingin. Lalu perlahan-lahan
Mbak Sintia mulai mencoba memasukkan si Junior ke liang kemaluannya
dengan bantuan tangannya. Kedua tanganku menopang tubuhku pada ranjang.
“Aah..
Bet..! Terus.., ohh..!” erangnya sambil membantuku dengan menekan
pantatku ke depan. Batangku menembus bibir memeknya. Wah.., kok hanya
masuk kepalanya saja, jelas saya tidak tahan. Mungkin kemaluannya belum
benar-benar basah, soalnya tadi aku tisak pemanasan dulu.
Dengan
sentakan, kumulai menekan ke bawah supaya si Jumior masuk lebih dalam,
untung Mbak Sintia sudah mulai basah. Dia hanya kaget sebentar sebelum
akhirnya ia merangkul tengkukku dan menekankan wajahku pada dadanya yang
bulat sintal putih mulus. “Bet, ohhh… punyamu kok tambah melar..?
Ohh..!” erangnya. Mbak Sintia terus merintih, sepertinya kesakitan
beneran. Ya sudah, lalu kupelankan sedikit.
“Sorry Sayang. Kalau sakit bilang yah..!” seruku berbisik lembut.
Mbak
Sintia mengangguk, tampak setetes air mata di sudut matanya. Wah..,
tidak tega aku. Ya sudah, kubiarkan dia yang menentukan kecepatan.
Walaupun terasa kemaluannya licin dan basah, tapi masih sempit sekali,
aku sedikit tidak percaya, padahal tadi malam tidak sesempit ini. Namun
perlahan dan pasti Mbak Sintia tetap memaksa si Junior masuk.
Perlahan
ia menaikkan pinggulnya. Dengan gerakan setengah berputar, si Junior
tertekan untuk menyodok kemaluannya kembali. Batangku sudah tidak
sekeras tadi gara-gara aku kasihan melihat nafsuku membuat Mbak Sintia
kesakitan.
Lama-lama agak longgar juga. Lalu kuberanikan mulai
mengenjot si Junior di dalam liangnya. Mbak Sintia mulai mengerang tidak
karuan. Liar dan sexy, tangannya kini meremas pantatku.
Beberapa
menit kami begitu bersemangat hingga suatu saat, seketika si Junior
serasa dijepit oleh kemaluan Mbak Sintia. Terasa dinding rahimnya
meremas-remas dengan dahsyat sekali. “Ohh… Mbak… keluarr..! Ahh..!”
erangnya. Lalu, pinggulnya liar menggelinjang dengan kuat. Rupanya Mbak
Sintia orgasme. Setelah itu terasa basah sekali sampai cairannya menetes
pada kantung kontolku.
Tiba-tiba muncul seleraku menikmati
juicenya yang jelas banjir bandang itu. Kucabut si Junior yang disambut
protes wajah Mbak Sintia yang merengut. Namun begitu kuraih pinggulnya,
ia tahu maksudku. Dengan cepat ia berbalik lalu menungging, kedua
tangannya menopang pada pinggiran ranjang sedang lututnya terkembang
pada ranjang. Pantatnya yang bulat indah megal-megol menggoda untuk
dimasuki.
Mbak Sintia tersentak kaget ketika ternyata aku tidak
kembali melakukan penetrasi, melainkan berlutut di belakangnya lalu
menjilati celahnya. Satu tangannya meraih ke belakang menjambak
rambutku. Ia melenguh keras dan menikmatinya.
Tidak lama kemudian
kembali Mbak Sintia mengejang, dan hidungku mendadak basah kena cairan
berbau khas yang meleleh. Lalu, tubuh Mbak Sintia langsung lemas di atas
ranjang. Langsung saja kuangkat pantatnya. Si Junior masuk lagi dari
belakang. Licin banget sampai bunyi kayak orang kentut gitu saking
kencengnya genjotanku.
“Ohh.. udah Bet, ahh..!” Mbak Sintia
berteriak menyuruhku berhenti, tapi mana mau aku berhenti. Tangannya
mencengkeram erat sprei dan tubuhnya terus menggelinjang hebat. Setelah
15 menitan menggenjot, akhirnya kucabut si Junior lalu kubalikkan tubuh
Mbak Sintia. Lalu kusodorkan saja kontolku itu ke wajahnya.
“Ahh..
Mbak. Rooobeeet… keluarr..!” erangku keenakan. Kukeluarkan segenap
benih cintaku ke dalam mulut Mbak Sintia yang terus menyedot. Si Junior
lalu memuncratkan cairanku ke wajahnya. Kira-kira 5 semprotan
kukeluarkan, dan dilahap habis oleh Mbak Sintia. Ternyata pengalaman
nonton ‘BF’ ada gunanya ya.
Lalu, kami berpelukan dengan tubuh
telanjang. “Bet, makasih ya, kamu telah memberi saluran yang selama ini
belum pernah Mbak rasakan.” katanya sambil mencium bibirku dengan
lembut.
“Terus gimana Mbak tentang rencana Mbak selanjutnya. Mbak mau jadi kekasih Robet..?” tanyaku.
“Entar aja deh, biar Mbak pikir-pikir dulu, Bet.” katanya.
“Bila Mbak benar-benar mau jadi kekasih Robet, Robet nggak akan mengecewakan Mbak.” kataku.
“Ahh, yang bener Bet. Emang kamu masih mau ama aku. Cewek yang udah tua ini..?” katanya.
“Robet
cinta ama Mbak sejak pertama lihat Mbak tadi. Robet nggak memperdulikan
usia Mbak berapa, yang penting Robet cinta ama Mbak.” kataku sambil
mengecup bibirnya. Bacaan sex top:
Cerita Dewasa Perjakaku Diambil Janda Liar Seksi“Ohh
Bet, kau sungguh lelaki jantan dan bertanggung-jawab. Sebetulnya Mbak
juga suka ama kamu, tapi kan Mbak sadar kalau usia Mbak udah di atas
kamu. Tapi, kenyataannya kamu suka ama Mbak. Jadi, Mbak setuju aja. Tapi
Robet sabar dulu ya, manis.” katanya sambil mengecup bibirku lagi.
“Tapi..,
Mbak masih mau lagi kan esek-esek lagi dengan Robet..?” tanyaku. “Ya
dong Sayang. Mbak kan kesepian dan kamu harus memuaskan Mbak setiap
waktu. Ya Sayang.” katanya.
Itulah ceritaku yang menjadi salah
satu kenanganku bersama seorang suster. Setelah itu aku menjadi kekasih
baginya dan selalu siap melayani keinginan birahinya, pokoknya segalanya
adalah untuk dia.